Tindakan Karantina Hewan: Pemeriksaan Fisik dan Dokumen Pada Hewan Kesayangan
TUGAS MATA KULIAH KARANTINA HEWAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN DOKUMEN PADA HEWAN KESAYANGAN
Disusun
Oleh :
Nuril Qolbi Safitri
19/44545/KH/10219
|
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
A. PENDAHULUAN
[Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan]
Tindakan
karantina hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan
yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar
di, dan atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
[Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan Pasal 27 Ayat (1) ]
Yang dimaksud dengan “menghasilkan hewan
peliharaan”, antara lain, mendomestikasikan satwa liar menjadi ternak, hewan
jasa, hewan laboratorium, dan hewan kesayangan.
Yang dimaksud dengan “hewan kesayangan” adalah hewan
yang dipelihara khusus sebagai hewan olah raga, kesenangan, dan keindahan.
[Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16
Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan Pasal 10]
Tindakan
karantina dilakukan oleh petugas karantina berupa :
a. pemeriksaan;
b.
pengasingan;
c.
pengamatan;
d.
perlakuan;
e.
penahanan;
f.
penolakan;
g.
pemusnahan;
h.
pembebasan.
[Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 16
Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan, Dan Tumbuhan Pasal 11]
(1)
Tindakan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan
kebenaran isi dokumen serta untuk mendeteksi hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina.
(2)
Pemeriksaan terhadap hewan, bahan asal
hewan, hasil bahan asal hewan, dan ikan dapat dilakukan koordinasi dengan
instansi lain yang bertanggung jawab di bidang penyakit karantina yang
membahayakan kesehatan manusia.
[Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan Pasal
42 ]
(2) Hewan
kesayangan, bahan asal hewan atau hasil bahan asal hewan bukan untuk konsumsi
yang akan di bawa oleh penumpang, dapat diberikan sertifikat kesehatan atau
sertifiokat sanitasi setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan
oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluran dengan ketentuan :
a. bukan berasal dari area atau tempat darimana
pengeluarannya di larang atau dari daerah di mana sedang berjangkit hama
penyekit hewan karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut;
atau
b. tidak termasuk yang pengeluarannya dilarang.
B. PEMERIKSAAN FISIK
[Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan Pasal 9]
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi dokumen dan
mendeteksi hama penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media
pembawa, atau kelayakan sarana dan prasarana karantina dan alat angkut.
(2) Pemeriksaan kesehatan atas sanitasi media
pembawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan secara fisik dengan cara
:
a. pemeriksaan klinis pada hewan; atau
b. pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara
organoleptik pada bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan dan benda lain.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dilakukan pada siang hari, kecuali dalam keadaan tertentu menurut
pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilaksanakan pada malam hari.
(4) Jika pemeriksaan sebagaimana dimkasud dalam
ayat (2), belum dapat dikukuhkan diagnosanya, maka dokter hewan karantina dapat
melanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium, patologi, uji biologis, uji
dianostika, atau teknik dan metoda pemeriksaan lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi.
[Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian
Nomor : 344.B /Kpts /Pd.670 .370 /L /12 /06
Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular
Rabies (Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya)]
Tindakan Karantina Terhadap Lalulintas Pemasukan
HPR Dari
Luar Negeri Yang Bebas Rabies
Pemeriksaan fisik :
(i) Pemeriksaan
terhadap temperamen hewan
(ii) Pemeriksaan
temperatur tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan, selaput lendir
(iii)
Pengamatan dan Pemeriksaan terhadap
gejala klinis rabies adalah sebagai berikut:
Gejala penyakit
antara lain :
1.
Hewan mencari tempat yang dingin, suka
menyendiri, mati mendadak;
2.
Agresif dan nervous;
3.
Menyerang apa saja disekitarnya;
4.
Memakan barang yang tidak lazim (tanah,
batu dan kayu/pika);
5.
Refleks kornea berkurang/hilang, pupil
meluas dan kornea kering, tonus urat daging bertambah (sikap siaga/kaku);
6.
Mata keruh dan selalu terbuka diikuti
inkoordinasi dan konvulsi;
7.
Kornea kering dan mata terbuka dan
kotor;
8.
Paralise, semua refleks hilang, konvulsi
dan mati.
C. PEMERIKSAAN DOKUMEN
Sesuai
dengan amanat pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, telah ditetapkan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 02/Kpts/OT.140/I/2007 tentang Dokumen dan Sertifikat Karantina
Hewan sebagai pengganti Keputusan Menteri Pertanian Nomor
475/Kpts/HK/340/8/2002. Oleh sebab itu dalam rangka kesamaan pemahaman dan
keseragaman dalam pengadaan, penggunaan dan penerbitan dokumen dan sertifikat
karantina hewan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tersebut, diperlukan
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Dokumen dan Sertifikat Karantina Hewan.
[Keputusan Kepala Badan
Karantina Pertanian Nomor : 244 /Kpts /Pd.670.230 /L /6 /2007 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan Dokumen Dan Sertifikat Karantina Hewan ]
Dokumen Karantina Hewan yang selanjutnya
disebut dokumen karantina adalah semua
formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka tertib administrasi
pelaksanaan tindakan karantina.
[Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian
Nomor : 344.B /Kpts /Pd.670 .370 /L /12
/06 Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular
Rabies (Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya)]
Persyaratan
Karantina Terhadap Lalulintas Pemasukan HPR
Antar
Wilayah/Daerah Di Indonesia ( Antar Area )
2.2.1.
Dari Wilayah /Daerah Bebas Ke Wilayah/Daerah Bebas Rabies
A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)
Sertifikat Kesehatan Hewan yang
diterbitkan oleh pejabat berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii)
Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas
Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau
Kesehatan Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner wilayah/daerah tujuan;
(iii)
Pasport hewan atau surat keterangan
identitas hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah
asal yang memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu
atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Pasport mencantumkan
informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas;
(iv)
Surat keterangan vaksinasi bagi
wilayah/daerah yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi
menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan :
-
untuk hewan yang divaksinasi pertama
kali (primer), sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga)
bulan;
-
untuk vaksinasi booster,
sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan;
(v)
Surat keterangan hasil pemeriksaan titer
antibodi dari daerah asal. Pengujian
titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi
DARI LABORATORIUM YANG TELAH DIAKREDITASI;
2.2.2. Dari Wilayah/Daerah Bebas
Ke Wilayah/Daerah Endemis Rabies
A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)
Sertifikat Kesehatan Hewan yang
diterbitkan oleh pejabat berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii)
Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas
Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau
Kesehatan Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner wilayah/daerah tujuan;
(iii)
Pasport hewan atau surat keterangan
identitas hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal
yang memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau
lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Pasport mencantumkan
informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas;
(iv)
Surat keterangan vaksinasi bagi daerah
yang melaksanakan vaksinasi, yang menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan
vaksin inaktif, yang diberikan :
-
untuk hewan yang divaksinasi pertama
kali (primer), sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga)
bulan;
-
untuk vaksinasi booster,
sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan;
(v)
Surat keterangan hasil pemeriksaan titer
antibodi dari daerah asal. Pengujian
titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi
DARI LABORATORIUM YANG TELAH DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH.
2.2.3. Dari Wilayah /Daerah Endemis Ke Wilayah/Daerah Endemis Rabies
A. Kelengkapan Dokumen : Harus memiliki
(i)
Sertifikat Kesehatan Hewan yang
diterbitkan oleh pejabat berwenang di wilayah/daerah asal;
(ii)
Surat Rekomendasi Pemasukan dari Dinas
Peternakan Propinsi/Kabupaten/Kota atau Dinas yang membidangi Peternakan atau
Kesehatan Hewan/Kesehatan Masyarakat Veteriner daerah tujuan;
(iii)
Pasport hewan atau surat keterangan
identitas hewan yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di wilayah/daerah
asal yang memuat antara lain tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu
atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat
diberangkatkan. Pasport mencantumkan
informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu,
umur/tanggal lahir dan penanda identitas;
(iv)
Surat keterangan vaksinasi yang
menerangkan bahwa vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan :
-
untuk hewan yang divaksinasi pertama
kali (primer), sekurangkurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 tahun
sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga)
bulan;
-
untuk vaksinasi booster,
sekurang-kurangnya 1 bulan atau tidak lebih dari 1 tahun sebelum
diberangkatkan;
(v) Surat
keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari daerah asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh
dilakukan lebih lama dari 6 bulan setelah vaksinasi DARI LABORATORIUM YANG
TELAH DITUNJUK/DITETAPKAN OLEH PEMERINTAH.
Komentar
Posting Komentar